Sebenarnya aku teramat malu untuk menceritakan kejadian tragis ini,
bagaimanapun ini rahasia keluarga, aku dan mama. Waktu itu hari Minggu
pagi, pertengahan bulan Desember 1988, ketika liburan sekolah semester
ganjil, semester pertama setelah di SMU.
Pada hari itu aku diminta
mama untuk mengantar ke Solo, katanya ada acara reuni dengan
teman-temannya di kota Solo. Dengan sepeda motor pemberian mama sebagai
hadiah ulang tahun ke-17 juga sebagai hadiah aku diterima di salah satu
SMA negeri bonafid di kabupaten, aku antar mama ke Solo, tepatnya di
kota Palur.
Sesampainya di tujuan, sudah banyak teman mama yang
hadir. Mereka datang berpasangan (mama sudah menjanda ketika aku duduk
di kelas II SMP, papa tertanggap menghamili gadis tetangga). Semula aku
kira mereka pasangan suami istri atau ibu dengan puteranya sepertiku,
namun lama-lama aku menjadi sangsi. Bagaimana tidak, meskipun selisih
usianya cukup jauh tapi mereka tampak begitu mesra. Bahkan ketika mama
memperkenalkan aku kepada teman-temannya sebagai anaknya, mereka semua
tidak percaya, malah-malah mereka bilang mama hebat dalam memilih
pasangan. Beberapa lelaki, yang semula aku anggap suami-suami mereka,
banyak yang memberi semangat kepadaku. Menurut mereka, aku merupakan
lelaki yang beruntung bisa mendapatkan cewe seperti mama, selain cantik,
muda dan tidak pelit namun yang lebih penting duitnya banyak.
Sebenarnya
aku malu, marah dan kesal. Bagaimana tidak marah, mereka tetap tidak
percaya kalau aku anak mama yang sebenarnya. Namun demi melihat mama
hanya tersenyum saja, aku tak menampakkan kesemuanya itu.
Dalam
perjalanan pulang mama baru cerita semuanya kalau sebenarnya mereka
bukan suami istri atau ibu dengan anak-anaknya, mereka merupakan
pasangan idaman lain (PIL). Mama juga cerita mengapa tadi hanya
tersenyum waktu mereka bilang aku pasangan mama dan hanya sedikit
membela diri bahwa aku anaknya yang sebenarnya.

Menurut mama susah
menjelaskan kepada mereka kalau aku anak mama yang sebenarnya, karena
dihati mereka sudah lain. Mama juga cerita kenapa mengajak aku untuk
mengantar ke acara tersebut, selain aku libur juga mama akan susah
menolak seandainya nanti lelaki (gigolo) yang mereka tawarkan kepada
mama jadi datang. Selama ini sudah sering mama diolok-olok oleh mereka.
Mama dikata sebagai janda muda yang cantik dan punya uang tapi kuper.
Dan jadwal selanjutnya, tahun baru (siang) di yogyakarta, di rumah Tante
Ina.
Dua minggu sejak pertemuan di Solo, Tahun Baru pun datang, 1
Januari 1989. Dengan sepeda motor yang sama aku antar mama ke rumah
Tante Ina di yogyakarta. Sengaja untuk acara ini aku minta mama untuk
membeli beberapa pakaian, aku tidak terlalu kalah gengsi dengan
cowok-cowok mereka. Sesampainya kami di di rumah Tante Ina, teman-teman
mama sudah banyak yang datang lengkap dengan centheng-centhengnya.
Ketika datang kami disambut dengan peluk dan cium mesra.
Rumah Tante
Ina cukup besar dan luas, cukup untuk menampung lebih dari 30 orang.
Acara dibuka dengan sambutan selamat datang dan selamat tahun baru dari
tuan rumah, dilanjutkan dengan makan bersama dan seterusnya acara biasa
“ngerumpi”. Entah usul dari siapa, diruangan tengah menyetel VCD porno.
Kata mereka biasa untuk menghangatkan suasana yang dingin karena musin
hujan.
Bisa dibayangkan bagaiaman perasaanku, diusia ke-17 dikala
tingkat birahi sedang tumbuh menyaksikan kesemuanya ini. Mamapun juga
tampak kikuk terhadapku, terlebih ketika Tante Astuti dan pacarnya
tampak asyik bercium mesra disampingku dengan tangannya yang gencar
menjelajah dan suaranya yang cukup berisik. Dan diantara kegelisahan
itu, Tante Ina membisikkan kepada kami kalau mau boleh menggunakan kamar
diatas. Sambil menyerahkan kunci dia ngeloyor pergi sama pacarnya. Aku
dan mama hanya tersenyum, tapi ketika aku toleh di sekeliling sudah
kosong, yang ada tinggal Tante Melani dan Tante Yayuk beserta pasangan
mereka masing-masing, dimana pakaian yang mereka kenakan juga sudah
kedodoran dan tidak lengkap lagi. Dengan rasa jengah mama mengajakku ke
lantai atas.
Di lantai atas, di kamar yang disediakan untuk kami,
tidak banyak yang dapat dilakukan. Kasur yang luas dan kain sprei yang
berwarna putih polos hanya menambah gairah mudaku yang tak tersalurkan.
Mama minta maaf, kata mama kegiatan semacam ini tidak biasanya diadakan
waktu siang hari, dan baru kali ini mama ikut didalamnya (biasanya mama
tidak hadir kalau acara malam hari). Sewaktu akan keluar kamar mama
sengaja membuat rambutnya tampak awut-awutan (biar enggak ada yang
curiga, katanya).
Waktu menunjukkan pukul 15.30 wib acara selesai.
Pertemuan selanjutnya dikediaman Tante Astuti di Solo, bertepatan hari
ulang tahun Tante Astuti yang ke-42. Sejak acara mendadak di rumah Tante
Ina, selama dalam perjalanan pulang, mama tak banyak bicara. Kebekuan
ini akhirnya cair waktu kami istirahat isi bensin.
Satu hal yang tak
dapat kulupa dari mama, ketika akan keluar kamar atas tidak tampak
penolakan mama waktu aku sekilas mencium pipi dan bibirnya serta waktu
akan pamitan pulang mama juga tampak santai ketika tanganku sekilas
meremas buah dadanya. Ketika aku tanyakan semua ini, mama hanya
tersenyum dan mengatakan kalau aku mulai nakal.
Sehari menjelang
pertemuan di rumah Tante Astuti mama tanya sama aku, mau datang apa
enggak karena malam hari dan takut hal-hal seperti dirumah Tante Ina
yang lalu akan terulang. Karena bertepatan hari ulang tahun Tante Astuti
aku sarankan hadir, masalah yang lalu kalau memang harus terjadi yach
itung-itung rejeki, kataku sambil berkelakar.
5 Februari 1989 di
rumah Tante Astuti suasana hingar-bingar. Maklum Tante Astuti seorang
janda sukses dengan seorang putera yang masih kecil. Dalam acara hari
ini Tante Astuti sengaja mendekorasi rumahnya dengan suasana diskotik.
Dentuman musik keras, asap rokok dan bau minuman beralkohol
menyemarakkan hari ulang tahunnya.
Setelah memberikan ucapan selamat
dan mencicipi makan malam acara dilanjutkan dengan ajang melantai.
Sebenarnya mama sudah berusaha untuk tidak beranjak dari tempat
duduknya, namun permintaan Tante Susan agar mama bersedia berdansa
dengan relasi Tante Susan jualah yang membuat mama bersedia bangkit. Tak
tega aku melihat kekikukan mama apalagi relasi Tante Susan tampak
berusaha untuk mencium mama, serta merta akupun berdiri dan permisi
kepada relasi Tante Susan agar mama berdansa denganku.
Kujauhkan rasa
sungkan, malu dan grogi. Kurengkuh pinggang mama sambil terus berdansa
kuajak ke arah taman untuk istirahat minggir dari keramaian pesta.
Dibangku taman bukan ketenangan yang kudapat, justru yang ada Tante Yani
dan Tante Sri dengan pasangannya asyik bercumbu mesra. Kepalang
tanggung mau kembali ke pesta kasihan mama yang sudah cukup lelah selain
tak enak sama mereka karena kalaupun kembali ke dalam harus melewati
Tante Yani dan Tante Sri.
Akhirnya mama memutuskan kami tetap
dibangku taman sambil menunggu pesta usai. Supaya Tante Yani dan Tante
Sri tidak merasa jengah, mama memintaku untuk menciumnya. Awalnya hanya
sekedar pipi dan sekilas bibir namun demi mendengar dengus nafsu Tante
Yani, nafsu mudaku pun tak dapat kutahan. Tak hanya kecupan, justru
pagutan yang lebih dominan dan tanpa sadar entah kapan mulainya, tangan
ini sudah bergerilya di dalam baju mama, memeras, memilin dan ….. hingga
teriakan nafsu Tante Sri menyadarkan perbuatanku atas mama.
Bercampurlah
rasa malu, bersalah dan entah …. pada diri ini, aku mengajak mama untuk
segera pamit kepada tuan rumah meskipun Tante Astuti menyarankan kami
menginap dirumahnya.
Sesampainya dirumah kutumpahkan rasa sesalku
atas perbuatan tak senonohku pada mama. Lagi-lagi mama hanya tersenyum
dan mengatakan tak apa-apa, wajar orang lupa dan khilaf apalagi suasana
seperti di rumah Tante Yani yang serba bebas. Sambil iseng aku bertanya
mengapa waktu itu mama tidak menolak. Kata mama supaya Tante Yani dan
Tante Sri tak terganggu apalagi waktu itu aku tampak bernafsu sekali.
Oleh mama aku tak perlu memikirkan yang sudah-sudah dan sambil beranjak
tidur mama masih sempat mencium pipiku.
Namun bagaimana aku bisa tak
perlu memikirkan yang sudah-sudah sementara nafsu sudah
bersimaharajalela. Karena tetap tak bisa tidur, dengan terpaksa tengah
malam (+ 02.00 wib) kubangunkan mama. Dikamar tengah kucumbu mama,
kucium, kupagut dan tangan ini tak terhalang bergentayangan disekujur
tubuh mama. Namun tangan ini akhirnya berhenti sebelum sampai pada
tujuan akhir, tempat yang teramat khusus.
Pagi harinya tak tampak
kemarahan pada wajah mama, sambil sarapan pagi mama malah berkata kalau
aku mewarisi sifat-sifat papa yang nakal tanpa menegur kelakuanku tadi
malam. Bahkan mama geleng-geleng kepala ketika aku pamit berangkat
sekolah kucium bibirnya didepan pintu.
4 April 1989 genap sudah 18
tahun usiaku, hari itu terasa lama sekali menunggu sore. Hari itu aku
menunggu-nunggu hadiah ulang tahun spesial yang telah dijanjikan mama.
Dua hari yang lalu, aku ditanya mama ingin hadiah apa untuk merayakan
hari ulang tahunku. Sudah cukup banyak hadiah ulang tahun yang aku punya
seperti : motor atau komputer. Akhirnya aku katakan pada mama, kalau
mama tidak keberatan aku mau mama.
Sekilas mama terdiam, ada perasaan
tidak percaya atau tidak dapat menerima permintaanku. Aku dikira
bercanda lagi dan mama bertanya seebnarnya aku mau hadiah apa, aku
bilang pada mama kalau aku tidak bercanda kalau aku mau mama.
Dua
hari mama terdiam, dua hari kami tidak bertegur sapa. Aku kira mama
marah atas permintaanku terdahulu. Pagi hari tadi setelah sarapan aku
minta maaf pada mama atas permintaanku dua hari yang lalu dan sekaligus
aku bermaksud menarik permintaanku.
Namun mama berkata lain, bahwa
permintaanku dua hari yang lalu akan mama penuhi. Aku nanti malam
diminta tidak mengundang teman-temanku dan aku juga diminta untuk
mempersiapkan diri. Timbul dihatiku rasa senang, cemas, grogi, bahagia
dan entah…. Spontan kucium mama, kucium pipinya, kucium bibirnya dan
kucium matanya serta kupeluk erat.
Selepas pulang kerja tadi sore
mama tidak keluar dari kamarnya. Baru tepat pukul 21.30 wib bersamaan
dengan selesainya acara Dunia Dalam Berita di TVRI mama memanggilku
untuk ke kamarnya.
Dengan gemuruh hati yang berdetak keras kuhampiri
kamarnya dan kudapati mama di depan pintu dengan tubuhnya terbalut kain
sprei. Sambil tersenyum manis mama mencium bibirku dan mulai melepas
satu-persatu pakaian yang kukenakan. Tak kudapati wajah keterpaksaan
pada mama, bahkan dengan serta merta tangan mama meraba dan mengelus
dengan lembut ketika pakaian yang kukenakan tinggal celana dalam saja.
Dengan
nafsu dan gairah yang menggelegak kuserang mama. Kucium, kupeluk,
kucumbu dan dengan kekuatan prima kuakhiri perjakaku yang disambut mama
dengan belitan yang memabukkan, yang menuntuk terus dan selalu terus,
entah berapa kali malam itu birahi kutuntaskan.
Ada terbersit rasa
bangga, puas dan plong ketika kutemukan mama tertidur pulas dengan
bertelanjang dalam pelukanku. Kucium keningnya, namun ketika aku akan
bangun mama menahanku dan dengan kelihaiannya mampu membangkitkan lagi
gairah birahiku. Dan pagi hari itupun menjadi pagi yang teramat indah.
Sebelum aku meninggalkan kamarnya mama mencium pipi dan bibirku sekilas
sambil mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku.
Entah mengapa dengan
mama aku bisa begitu bergairah, semenjak kejadian di rumah Tante Yani
di Yogyakarta yang lalu setiap memandang mama selalu timbul birahiku. Di
sekolah tak kurang gadis sebaya yang lebih cantik yang tak menolak aku
pacari, namun justru dengan mama birahiku timbul. Tapi harus diakui
meskipun mama sudah cukup umur namun memang masih cantik, putih, tinggi,
sintal, supel, luwes, berisi dan …..
Semenjak itu, hampir tiada
batas penghalang antara aku dan mama. Dimana tempat dan dimana waktu,
kalau aku mau mama selalu memenuhi. Dengan mama birahiku tak
padam-padam. Setiap acara teman-teman mama selalu menjadi acara luar
kota yang sangat mengasyikan dan menjadi acara favorit yang selalu aku
tunggu-tunggu.
Sungguh permainan ranjang mama menjadi suatu candu
hidupku, sore hari, sebelum tidur, sebelum belajar bahkan sebelum
berangkat sekolah pun mama selalu siap. Dengan lemah-lembut, keayuan,
kepasrahan, dan naluri keibuannya mama memenuhi hasratku sebagai lelaki.
Hingga
kini, ketika istriku tengah mengandung anakku yang ketiga, dimana istri
sedang tidak laik pakai, kembali mama sebagai penyelamat saluran
nafsuku dan entah sampai kapan lagi kami masih harus begini ………………..